Sabtu, 13 Februari 2010

Jualan 'Ngumpet', Untung Berlipat


Jumat, 29/01/2010 11:54 WIB

Inilah rahasia sukses bisnis masa kini: bisnis online! Tak perlu lapak dan toko 'gede', tapi dapat untung banyak. Pak Mukhlishin, adalah salah satu pengusaha muslim yang mencoba 'nyemplung' di bisnis online tersebut. Dengan kepercayaan diri tinggi dan yakin sukses, Mukhlishin mampu meraup omset yang cukup fantastik meski tokonya hanya di gang sempit.
Bermula dari Raihan
Siapa yang tak kenal Raihan? Mahasiswa dan aktivis dakwah serta komunitas muslim mungkin tak asing lagi dengan gerai Raihan yang cabang utamanya terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, tepat di depan Kampus Universitas Negeri Jakarta. Raihan adalah sebuah toko yang menjual berbagai pernak-pernik busana muslim, dari kepala hingga ujung kaki, dari obat-obatan herbal hingga kosmetik Islami. Dengan segmentasi pasar yang setia, Raihan pun mendapat nama. Namun, tak banyak yang mengenal siapa di balik kesuksesan Raihan, dialah Mukhlishin, bapak empat anak yang kini merintis menjadi pengusaha fashion muslim di dunia online.
Sejak awal tahun 2000-an, tepatnya setelah menikah, Mukhlishin mulai terjun ke industri fashion, khususnya busana muslim. Sebelumnya, dia pernah merasakan menjadi karyawan di toko buku I'tishom selama dua tahun. Pengalaman bekerja di I'tishom membuatnya menemukan peluang bisnis, yaitu busana muslim. Mulailah ia berjualan busana muslim dengan cara klasik: konsinyasi dan menitipkan barang dagangannya di beberapa tempat, dari Jakarta, Depok, Bogor, hingga Cikarang. Dua tahun berjalan, Mukhlishin dan istri mampu membeli ruko di Jalan Pemuda dan membuka Raihan. Waktu itu, strategi marketing yang sangat ampuh dilakukan oleh Mukhlishin yaitu dengan tagline: “Beli Jilbab Bisa Dapat Hape”. Karena telepon genggam saat itu masih menjadi barang langka, strategi ini pun langsung menaikkan omset Raihan hingga 40%. Kemudian, dua tahun berlalu, Mukhlishin sudah menyiapkan strategi baru yaitu dengan memberikan hadiah laptop, namun musibah menimpanya. Toko Raihan habis dilalap api pada tahun 2004, padahal ia baru saja membuka cabang Raihan di dekat stasiun Bogor. Bukan hanya barang dagangannya ludes, Mukhlishin pun harus menanggung utang kepada supplier. Ia memang menolak barang-barangnya 'diputihkan' oleh supplier karena tidak mau membebani supplier. Dari kejadian itu, ia bangkit dan dapat membuka cabang Raihan di Depok.
Selain membuka toko Raihan, Mukhlishin pun mencoba peruntungan dengan membuka warnet dan juga ikut MLM. Dari MLM tersebut, Mukhlishin menjadi Distribution Centre dan merasakan jalan-jalan ke Singapura dan Thailand, namun selang beberapa tahun, MLM tersebut bubar. Di sisi lain, usaha warnetnya kandas karena dirasakan tidak maksimal dalam keuntungan. Ia lalu bergabung dengan komunitas Tangan Di Atas (TDA), dan berkenalan dengan bisnis online.
Ambil Manfaat dari Kegagalan Kegagalan demi kegagalan pernah dilalui Mukhlishin dan keluarga. Setelah tokonya terbakar, usaha MLM dan warnet juga kandas, tapi ia terus berusaha untuk bangkit. Dari musibah yang menimpa tokonya, ia berpikir untuk menjadikan utang-utangnya kepada supplier sebagai motivasi untuk terus berusaha dan menghasilkan keuntungan yang banyak. Dari usaha MLM, ia bersyukur karena dapat menghadiri berbagai seminar motivasi dan wira usaha yang membuatnya bertahan hingga sekarang. Sementara dari usaha warnet, ia dapat mengenal bisnis online. Tak ada yang sia-sia.
Pertengahan tahun 2008, Mukhlishin membuat situs griyaraihan.com. Namun, ia terhenyak ketika menyadari bahwa bisnis online tak semudah yang dibayangkannya. Dalam bisnis online, dibutuhkan pelayanan yang cepat dan juga stok barang yang lumayan besar. Ia sempat terseok-seok menjalankan bisnis tersebut hingga muncul ide dengan membuka TanahAbang.asia dan menyewa ruko di Tanah Abang pada pertengahan 2009. Strategi mendekat ke supplier ternyata lumayan ampuh, hingga enam bulan berjalan, omsetnya lumayan fantastis.
Mukhlishin yang berlatar pendidikan pesantren dan sempat berkuliah di LIPIA selama tiga tahun ini rupanya banyak belajar dari para pengusaha Cina. Ia mengakui, tidak ada salahnya belajar dari para pengusaha Cina yang sudah sukses di industri fashion, sambil mencari celah agar pengusaha muslim dapat pula berkompetisi dengan mereka. Meski omset pakaian muslim turun naik sesuai musim, ia percaya usaha yang dirintisnya dapat sukses. Oleh karena itu, ia menyempatkan diri untuk fokus di SEO (search engine optimization) agar lebih banyak orang lagi yang mengenal TanahAbang.asia miliknya. Dengan bisnis online ini, Mukhlishin tidak perlu menyewa kios yang mahal di Tanah Abang. Ia mengistilahkan kios yang ditempatinya di Blok F Tanah Abang sebagai 'tempat jin buang anak' karena terlihat sepi dan tidak banyak kios yang dibuka. Bagi Mukhlishin, kondisi tersebut tidak masalah karena kiosnya digunakan sebagai gudang sementara bisnisnya tetap berjalan lewat online. Yang terpenting baginya adalah pelayanan yang cepat dan stok barang yang memadai. Dengan tiga karyawannya, Mukhlishin terus berusaha memenuhi permintaan pelanggan. Hingga saat ini, TanahAbang.asia menyediakan 700 item barang dari jilbab hingga kaos kaki dan setiap harinya terdapat 8-12 produk baru. Dalam waktu dekat, ia akan pindah ke ruko yang dapat menampung stok barang dagangannya.
Rahasia Sukses
Ketika ditanya rahasia sukses, Mukhlishin hanya tersenyum dan merasa belum mencapai kesuksesan. Namun demikian, dalam usahanya selama ini, ia terus mengamalkan hadits Rasulullah saw yaitu dengan banyak bersedekah dan memohon doa orang tua. Seperti yang dilakukannya saat ini, ia menargetkan untuk membebaskan tanah wakaf yang dicicilnya dengan harga Rp6 jutaan per bulan. Dari situ, ia termotivasi untuk terus meningkatkan omset dan menggenjot usahanya.
Mau tahu bagaimana cara merintis usaha online a la Mukhlishin? Beginilah caranya. Misalnya, A punya teman 4 orang, ingin membuka bisnis online busana muslim. Busana muslim juga banyak variannya, ada jilbab, rok, baju hamil, mukena, dan sebagainya. Tiap orang siapkan modal Rp20 juta dan tentukan fokus usahanya, misalnya jualan baju hamil. Kemudian, sewa kios di Tanah Abang agar dekat dengan supplier. Karena bersama-sama, jadi modal untuk stok barang dapat diminimalisasi. Dengan modal per orang Rp20 jutaan, sudah dapat menyediakan stok di atas Rp50 juta. Untuk sewa kios, tiap orang urunan Rp2 juta (dengan asumsi harga kios di tempat sepi Rp10 juta/tahun). Lalu, tiap orang membuat website sendiri-sendiri dengan perkiraan masing-masing sudah memiliki laptop. Bagaimana menyiasati stok barang? A misalnya cuma stok rok, B cuma stok jilbab. Untuk membedakan bahwa setiap rok itu punya A, setiap jilbab itu punya B, setiap produk itu tadi bisa diupload di setiap website. Kalau produknya laku di website yang lain, keuntungan tinggal dibagi dua. Setelah berjalan sekitar setahun, tiap-tiap orang akan dapat berjalan sendiri-sendiri karena sudah mempunyai brand masing-masing. Pangsa pasar pun tidak hanya dalam negeri, tapi bisa merambah ke luar negeri, omset Rp1 milyar pun bukan sekadar impian. Hmm, bagaimana? Tertarik untuk mencoba terjun ke bisnis online?? (Ind)

Madinah Iman, Biro Haji dan Umroh Pertama yang Akan Masuk Bursa Saham


Selasa, 05/01/2010 12:25 WIB


Banyak biro Haji dan Umroh yang dikelola secara konservatif, namun tidak di Madinah Iman. Di tangan Haadiy Fatahillah, Madinah Iman menawarkan paket umroh dan haji serta pelayanan yang tidak dimiliki oleh biro lain. Selain itu, Madinah Iman berambisi menembus bursa saham pada tahun 2016.
Mudah dan Mubarakah Berdiri pada tahun 2000, selama sembilan tahun dikelola dengan cara konservatif. Artinya, letak perbedaannya hanya pada fasilitas hotel dan harga. Akibatnya, tidak banyak ruang untuk kreatif. Namun, ketika tiba saatnya pergantian komposisi pemegang saham dan perubahan manajemen, ruang kreatif itu pun terbuka lebar di Madinah Iman.
Haadiy, General Manager PT Madinah Iman Wisata yang juga lulusan FE UI, membuat gebrakan dan ingin mendobrak pasar. Dengan motto 'Mudah dan Mubarokah', Madinah Iman menawarkan kemudahan pembayaran dan juga affordability. Selain itu, Madinah Iman mengakomodasi kebutuhan semua segmen pasar dengan berbagai paket yang ditawarkan. Sebut saja, Umroh Kecerdasan Finansial, Umroh Long Week-end untuk para eksekutif, dan Umroh Ramadhan dengan harga miring. “Affordable itu nggak selalu harus murah dan nggak berarti mahal itu nggak affordable, yang pasti terjangkau oleh orang,” ujar Haadiy yang pernah ke Mesir untuk belajar Bahasa Arab.
Misalnya saja, Umroh Ramadhan yang juga dikenal dengan umroh i'tikaf. Para jamaah dapat menikmati suasana Ramadhan di Masjid Nabawi dengan harga yang lebih murah dari umroh reguler. “Di sepuluh hari terakhir Ramadhan, kita bisa dua kali umroh, dengan biaya lebih murah dari umroh reguler. Itu bisa kita berikan. Namanya umroh i'tikaf. Para jamaahnya bisa menginap di masjid Nabawi, jadi tidak perlu bayar hotel,” ungkap Haadiy.
Bukan Jualan Kecap Madinah Iman Wisata bukanlah penjual kecap nomor satu. Diakui Haadiy yang lama terjun sebagai konsultan bisnis, kelebihan Madinah Iman terletak pada pelayanannya. “Kita bekerja untuk Allah, kita mengantarkan tamu-tamu Allah, tidak ada yang lebih mulia dari itu. Yang membuat ini semua dream job karena kita menjembatani orang ke tanah suci, secara pribadi. Jadi, saya bisa kapan saja ke tanah suci. Itu yang sangat menarik. Kedua, ini kesempatan untuk memberikan kepada para calon jamaah nilai-nilai ruhiyah yang seharusnya mereka dapatkan,” kata Haadiy seraya menyebutkan banyak travel yang hanya memikirkan sisi finansialnya saja sementara sisi ruhiyahnya, pengabdiannya, mengantarkan tamu Allah ke sana itu tidak terpatri dalam hatinya. Haadiy pun menyatakan, seharusnya tidak seperti itu, kita tidak membisniskan ibadah tapi mengibadahkan bisnis.
Dengan pengalamannya sebagai konsultan bisnis, Haadiy membangun konsep dan strategi sambil melirik peluang di tengah ketatnya persaingan di bisnis travel.Tak heran, strategi yang diambil Haadiy dan Madinah Iman ketika menemui kendala di awal usaha adalah dengan menggaet beberapa instansi yang sudah mempunyai nama. Misalkan, Madinah Iman mengandalkan Bank Syariah Mandiri sebagai partner dalam hal pembiayaan para costumernya. Lalu, Madinah Iman juga bekerja sama dengan Safir Senduk & rekan, serta eramuslim.com.
Kendala bagi Haadiy adalah suatu tantangan untuk terus sukses, seperti prinsip yang dianutnya, 'just do it and you'll get duit'. Haadiy memulai karier bisnisnya sejak kuliah dengan mencoba berbagai macam usaha seperti fotokopi, penyewaan alat-alat pesta, hingga membuka warung ayam bakar. Meski tidak ada satu pun usaha tersebut yang survive hingga saat ini, Haadiy bersyukur, pengalaman berbisnisnya menjadi satu racikan dalam menjalani usaha yang sedang digarapnya sekarang, yaitu di Madinah Iman.
Salah satu strategi Haadiy dalam menarik pelanggan adalah dengan kemudahan pembayaran. “Kita ingin memberikan kemudahan dalam segala hal, pembayaran, kita bikin yang kredit. Mungkin kalau dahulu, orang itu harus punya tabungan Rp15 juta yang siap dipakai untuk umroh. 9 hari habis, selesai. Seseorang yang baru memulai karier dengan gaji Rp1,5-2 juta dia sudah bisa umroh, dibayar setiap bulannya dari potongan gajinya,” ungkap Haadiy.
Setiap calon jamaah Madinah Iman yang mengajukan kredit langsung diarahkan ke Bank Syariah Mandiri. Jadi, bisa berangkat duluan, bayar belakangan. Inilah salah satu kemudahan yang jarang ditemukan di travel lain. “Misalnya, ingin berangkat umroh Ramadhan besok, tinggal isi formulirnya, apabila disetujui oleh bank, bisa berangkat. Hanya dengan Rp500 ribu/bulan, bisa umroh dua kali di bulan ramadhan. Itu yang kita tawarkan,” ujarnya.
Sebisa mungkin, Madinah Iman melayani para customer seperti melayani para tamu Allah dan menuntun mereka dengan bimbingan yang diberikan para ustadz, tentunya harus sesuai dengan sunnah. Dengan demikian, dua hal itu, keikhlasan dan ketepatan cara beribadah juga merupakan 'strong point' dari Madinah Iman.
Dengan sudut pandang seorang konsultan bisnis, Haadiy menilai, banyak perusahaan yang sudah 'settle' berjalan dengan kacamata kuda. “Saya melihat ada kejumudan, cara berpikir yang konservatif di bisnis travel. Saya melihatnya sebagai suatu peluang, orang-orang para konservatif semua, ya saya harus kreatif,” tutur Haadiy. Ia pun menilai, kejumudan itu terjadi karena perusahaan yang sudah lama berjalan merasa tidak ada ada yang perlu dibenahi karena sudah mapan. Sementara, Haadiy melihat dan mengubah pola pikir konservatif itu menjadi sebuah ruang kreatif.
Menembus Bursa Saham PT Madinah Iman Wisata mentargetkan dapat menembus bursa saham pada tahun 2016 dan menjadi perusahaan biro haji dan umroh Tbk pertama di Indonesia. Secara finansial dan permodalan, Madinah Iman memang tidak terlalu banyak mengalami kendala. Suntikan modal dari para owner cukup untuk 'menghidupi' bisnis ini. Namun, Madinah Iman mentargetkan untuk 'go public' lewat bursa saham dan menjadi Tbk sebagai simbol bonafiditas perusahaan. Selain itu, Haadiy juga menuturkan, bursa saham adalah sumber pendanaan yang paling murah, cepat, dan liquid.
Sembari menanti untuk menjajaki bursa saham, Madinah Iman terus menggeliat dengan memperluas cabangnya. Saat ini, telah ada dua cabang, yaitu di Simatupang dan Makassar dengan kantor pusat terletak di Cikini. Madinah Iman juga berencana membuka cabang di Balikpapan. Di dua kota besar tersebut (Makassar dan Balikpapan), Madinah Iman bekerja sama dengan pesantren Darul Istiqomah di Makassar dan Hidayatullah di Balikpapan.
Selain memacu profit, Madinah Iman juga memfasilitasi kegiatan sosial seperti meluncurkan program umroh gratis bagi sepuluh ustadz atau guru di pelosok kampung yang layak untuk menunaikan umroh. “Kita tahu, angka 10 itu belum apa-apa tapi mudah-mudahan ini bisa jadi 'trigger' bagaimana nanti ke depan perusahaan-perusahaan besar bisa juga melakukan ini,” ungkap Haadiy.
Madinah Iman yang beromset ribuan dollar ini tidak ingin dinilai sebagai menara gading, yaitu bisnis yang 'middle-up' saja, tapi juga mampu merangkul berbagai segmentasi pasar. Jadi, bagi Anda yang sudah terpanggil untuk mengunjungi tamu Allah, segera hubungi kantor Madinah Iman terdekat atau klik link Madinah Iman di eramuslim.com. Kantor Pusat Madinah Iman Wisata: Jalan Cikini I No. 7 A/D Menteng, Jakarta Pusat, telp. 021 3141 102 atau 021 7058 8305. (Ind)

Mampu Mengelola Bisnis Meski Berpendidikan Rendah


Jumat, 11/12/2009 07:48 WIB

Jika Anda berjalan-jalan ke Pusat Grosir Ciliitan, mampirlah ke seberang Jalan Cililitan Besar. Hanya 100 m dari jalan utama, tepat di pusat berkumpulnya angkot menuju Halim, ada sederetan ruko di situ. Di sebelah pojok, ada sebuah salon muslimah, Madani, yang juga menjual berupa-rupa pakaian wanita. Pemiliknya adalah Nur, seorang muslimah yang jatuh bangun memulai bisnis. Yang menarik dari perjalanan sukses Nur adalah kenyataan bahwa dirinya yang tidak tamat SMP mampu mengelola bisnis hingga mampu hasilkan omset puluhan juta.
Dari Kuli Cuci Hingga TKI
Nur tak pernah menyangka jalan hidupnya seperti ini. Saat berusia 6 tahun, kedua orang tuanya wafat hanya berselang sepekan. Sejak itu, Nur kecil diangkat oleh keluarga Cina pengusaha pupuk Pusri. Meski dianggap sebagai pembantu, Nur bersyukur dapat mencicipi jenjang sekolah dasar hingga lulus. Setelah lulus SD, ia hanya sempat menikmati bangku sekolah menengah pertama selama tiga bulan untuk kemudian mengikuti angkatan Tenaga Kerja Indonesia. Selama enam tahun kemudian, Nur menjajaki pengalaman hidupnya sebagai buruh pabrik di Malaysia.
Sepulang dari Malaysia, Nur mengaku pernah menjadi petugas kebersihan di sebuah kantor pemerintahan bagian Imigrasi. Sebelum berangkat kerja, Nur mencuci pakaian dan menyetrika di perumahan dekat tempat tinggalnya. Dalam sebulan, ia mendapat upah Rp50 ribu untuk setiap rumah. Selang beberapa waktu, Nur menjajaki usaha untuk berjualan kue, baik kue basah maupun kering. Kue yang dibuatnya sendiri itu dijualnya keliling kampung dan ke pasar induk. Dari hasil jualan kue, Nur dapat menyisihkan uang sebesar Rp2,5 juta pada tahun 2004. Lalu, ia mencoba peruntungan lain dengan menggelar lapak di pasar gardu. Seluruh uangnya dibelanjakan barang dagangan berupa kerudung yang dibelinya di Tanah Abang.
Ada cerita menarik saat Nur memulai usaha tersebut. Berikut penuturannya. “Dengan modal itu, nekat beli terpal, kerudung murah harga Rp5 ribuan ke Tanah Abang. Nggak tahu tempat belanja grosir di mana, ikutin orang. Nggak tahu bahan, harga berapa, pasaran berapa. Nanya-nanya. Lama-lama belajar dari situ. Uang tadi dibelanjakan semua sama terpal. Langsung jualan, gimana supaya laku, obral-obral. Laris, alhamdulillah. Belanja satu kodi, abis, dibelanjain lagi dapat satu setengah kodi. Jadi, diputar terus ke dagangan,” ujar Nur bersemangat.
Sejak itu, Nur mengikuti berbagai pasar kaget yang diadakan di sekitar Jakarta Timur. Dari usahanya itu, ia sudah bisa mengumpulkan Rp2,5 juta untuk menyewa kios di pasar gardu selama setengah tahun. Meski hanya bermodal nekat dan banyak yang mencibir karena melihat dagangan Nur hanya sedikit dan dengan uang pas-pasan kok nekat menyewa kios. Namun, Nur tetap melenggang hingga pintu kesuksesan menghampirinya. “Pada suatu saat, memang sudah jalannya, aku beli baju stelan putih-putih, dipajang. Dari jalan memang bagus kelihatannya. Ada ibu-ibu rombongan pengajian dari TPI, Dzikir bersama Arifin Ilham. Ibu-ibu itu mau jalan-jalan lewat kampung, begitu lewat di depan kios, tertuju ke baju itu. Saya nggak punya stok, cuma satu itu. Tawar-menawar, ibu-ibu itu pesan 500 stel. Langsung gemetar. Itu jumlah yang besar. Lari ke wartel, telepon langganan. Menyanggupi dalam waktu seminggu, tapi dananya nggak ada. Beranikan diri ke si pemesan kalau nggak ada modal. Ibu itu memberikan DP, Rp500 ribu. Besok dilunasi. Itu kuasa Allah. Langsung lari ke Tanah Abang. Dapat untung Rp5 juta. Itu tahun 2005 pertengahan,” ungkap wanita berjilbab ini.
Begitulah, ibu itu kemudian menjadi langganan Nur dan mengenalkan Nur dengan pengusaha dari Malaysia dan Brunei. Usaha Nur semakin laris dan kebanjiran order, mulai dari mukena, gamis, kaos sablon, karpet, sampai souvenir. Nur mulai membesarkan usahanya dengan membeli kios di Pusat Grosir Cililitan. Saat itu, Nur juga sedang keranjingan perawatan di salon muslimah. Lama kelamaan, ia pun tertarik untuk terjun di bidang itu. Mulailah ia mempelajari bagaimana mengelola salon dan peralatan apa saja yang dibutuhkan. Atas kuasa Allah, Nur dapat membeli ruko di seberang PGC dan mendirikan salon muslimah 'Madani' di sana. Selain salon kecantikan dan perawatan untuk muslimah, di Madani juga tersedia pakaian muslimah dan asesorisnya.
Bagi Nur, kesuksesan yang dicapainya saat ini adalah buah dari kerja keras, keyakinan, dan kenekatannya dalam memulai usaha. Ia tak pernah melupakan saat ia sampai tidak makan karena barang dagangannya belum laku. Saat mengalami kepahitan itu, Nur selalu memohon kepada Allah swt, Sang Pemberi Rezeki, agar diberikan jalan. Selain itu, Nur juga rajin berpuasa Daud. Mungkin karena tawakkalnya kepada Allah swt, Nur pun diberi kemudahan hingga mencapai sukses seperti sekarang.
Masak juga merupakan hobi Nur. Tak heran, dalam waktu dekat, Nur berencana membuka restoran bebek goreng. Selain itu, ia juga memperluas usahanya dengan mendirikan satu lagi cabang salon muslimah di bilangan Jakarta Timur.
Keluarga, Naik Haji, dan Rezeki dari Allah
Apalagi yang diinginkan oleh Nur setelah mencapai sukses saat ini? Rupanya, ia dan suami berharap segera mendapat momongan. Awalnya, sang suami meminta Nur mengurangi aktivitasnya, namun, Nur selalu memberi masukan dan meyakinkan suaminya bahwa ia masih bisa menyeimbangkan perannya dalam rumah tangga. Sang suami pun menuruti keinginan Nur.
Selain momongan, Nur ingin segera menunaikan haji. Ia berharap dapat mengunjungi rumah Allah pada musim haji tahun depan. “Kalau plus, bisa berangkat sekarang. Tapi kalau plus, semua nikmat, saya ingin merasakan yang susah-susahnya, tantangan,” tutur Nur saat ditawari ONH plus.
Ya, dirinya yang suka tantangan justru tidak terlalu memusingkan persaingan bisnis. Baginya, semua sudah digariskan oleh Allah. “Meskipun kita nggak punya saingan, tapi jika Allah belum menghendaki memberi rizqi, itu nggak akan datang. Yang penting usahanya,” ujar wanita 32 tahun itu. Namun, Nur tetap rajin melakukan briefing setiap bulan bersama pegawainya yang saat ini berjumlah 27 orang. Nur selalu memberi masukan dan penyegaran bagaimana berkomunikasi dengan pelanggan dan jangan pernah menjelek-jelekkan produk dari pesaing. Mengenai strategi pemasaran, Nur pun tidak neko-neko. Ia memasang iklan di Yellow Pages dan Info Kramat Jati serta ingin merambat ke radio.
Nur yang sudah memiliki tujuh kios yang beromset Rp50 juta dalam sebulan ini merasa bangga karena melalui usahanya, ia dapat membuka lapangan kerja. Dengan demikian, ia merasa rezekinya semakin diperluas oleh Allah swt dan selalu diingatkan untuk bersyukur dan mengeluarkan sebagian rezeki bagi kaum dhuafa. (Ind)

Qirani, Dari Bisnis Rumahan Hingga ke Luar Negeri


Senin, 30/11/2009 11:30 WIB

Siapa sangka, bisnis rumahan yang awalnya kecil kini dapat menginspirasi banyak orang bahkan membuat orang 'menjiplak' produknya? Melihat peluang usaha dengan cermat, manajemen usaha dan pengelolaan yang serius, itulah yang dilakukan Devi Trisna Afiati, owner Qirani, produsen busana muslim kasual yang banyak digemari anak muda saat ini.
Bakat Bisnis
Sejak di bangku sekolah, Devi sudah mempunyai bakat bisnis. Ia berjualan sebuah produk kosmetik dengan menawarkan kepada teman-teman sekolahnya lewat katalog yang ia bawa. Bakat bisnisnya pun semakin terasah ketika duduk di bangku kuliah. Melihat teman-temannya banyak yang berjilbab, Devi mencoba peruntungan dengan berjualan jilbab. Tak tanggung-tanggung, ia membeli bahan, merancang, dan menjahit sendiri jilbab yang akan dijualnya.
Selepas kuliah, Devi sempat menjadi orang kantoran alias pegawai. Mulai dari pegawai di bagian sales and distribution, finance, hingga quality assurance. Selama menjadi pegawai pun, Devi melakukan 'double job', yaitu menawarkan beberapa produk ke teman-teman kantornya. Produknya pun macam-macam, mulai dari peralatan makan hingga jilbab. Ia mengaku, kadang omset 'jualannya' tersebut malah melebihi pendapatannya sebagai pegawai.
Meski tidak berkuliah di jurusan bisnis, melainkan Manajemen Agribisnis di Fakultas Pertanian, Devi tidak malu untuk berdagang. Jenuh dari pekerjaan rutinnya sebagai 'orang kantoran' bahkan sering pulang hingga larut malam, ia pun berpikir untuk memulai usahanya sendiri. Sebuah bisnis yang 'long lasting', katanya.
Pada tahun 2006, Devi membaca peluang untuk menjual busana muslim kasual yang saat itu belum banyak ditemui di masyarakat. Waktu itu, banyak kaos anak muda yang tidak syar'i, yaitu ketat jika dipakai (membentuk tubuh). Kalaupun ada kaos muslimah yang banyak di pasaran selalu berbordir sehingga tidak semua muslimah muda yang menyukainya. Berbekal pengalaman kerjanya di berbagai bidang dan bakat bisnisnya, Devi pun merancang konsep bisnis dengan serius dan menajamkan bisnisnya di busana muslimah berbahan dasar katun yang tetap syar'i tapi trendy.
Juli 2007, Devi harus mengganti merk yang dipakainya, yaitu Izzati, dengan merk lain karena merk tersebut telah ada yang menggunakan. Ia pun berkreasi dan menemukan Qirani, yang berarti 'look at me'. Berasal dari kata 'kirana' (bahasa Sansekerta, berarti 'tetap bercahaya') dan 'iqra' (bahasa Arab, berarti 'baca' atau 'lihat'). Gabungan kata tersebut menjadi motto bisnisnya sehingga ia berharap bisnis yang dijalankannya tetap bercahaya, maju, dan long lasting, bertahan lama.
Antara Bisnis dan Rumah Tangga
Devi menyadari, usaha yang dilakoninya bukan apa-apa tanpa ridho dari suami dan keluarga. Oleh karena itu, sejak awal, ia selalu membuka komunikasi dengan suami dan keluarga tentang bisnisnya. Dukungan dari keluarga membuat Devi semakin percaya diri untuk memperluas pasar bisnisnya. Bagaimana tidak, ia memulai bisnisnya dari rumah dengan mengandalkan jaringan pertemanan, baik dari teman-temannya sendiri, teman-teman suaminya, maupun saudara-saudaranya. Dari model promosi seperti itu, ia berharap, produknya menyebar dan dikenal secara umum.
“Pola promosi, pertama dari mulut ke mulut. Dari teman yang sudah mulai usaha jualan, saya tawarkan. Jaringan suami. Kerja sama juga dengan teman yang sudah punya usaha. Nitip produk yang memang sudah banyak pelanggannya,” ujar Devi.
Bisnis Devi pun mulai merangkak. Karyawan yang tadinya hanya 2 orang, kini bertambah menjadi 15 orang. Devi pun bersyukur, mimpi-mimpi yang tertuang dalam konsep bisnisnya dulu menjadi semacam pemetaan langkah-langkah apa yang harus dijalaninya untuk mengembangkan bisnis. “Karyawan hanya dua orang di awal, setelah 6 bulan sejak Juli 2007, naik cukup pesat, orang sudah mulai 'aware' bahwa ada juga pakaian kasual modis yang syar'i. Dari mulai awal 2008, bertambah jadi 15 orang,” ungkap Devi.
Dari awal, Devi memang menggarap bisnisnya secara serius. Mulai dari keuangan yang dipisahkan dengan keuangan keluarga hingga mengatur bagaimana mendapatkan bahan baku dan pola distribusi serta promosi. “Awalnya bisnis rumahan tapi digarap serius, mulai pembukuan, keuangan, seolah-olah sudah perusahaan. Belajar profesional, memisahkan antara uang usaha dengan uang keluarga,” tutur Devi.
Segmentasi Qirani adalah muslimah remaja dan ibu-ibu muda. Wilayah pemasarannya mulai dari Jawa hingga Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Namun, Devi berharap Qirani dapat pula menjangkau daerah-daerah di pulau lain seperti Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
Qirani yang berbahan dasar katun murni sangat tergantung pada suplai katun dari pabrik. Tak heran, pernah ada kendala yang dialami Devi saat produksi katun sedang menurun akibatnya suplai katun ke Qirani ikut terhambat pula padahal permintaan pasar sedang naik. “Kadang-kadang karena bahan alam kan tergantung dengan alam juga. Jadi ada saat-saat di mana panen katun itu lagi jelek. Nah, itu berdampak juga ke suplai bahan agak sulit. Bisa jadi penyerapan warnanya kurang bagus, terus terlihat seperti kualitasnya menurun,” ungkap Devi yang menjadikan sosok Siti Khadijah, istri Rasulullah saw sebagai inspiratornya dalam berbisnis.
Meski begitu, Devi bersyukur, permintaan pasar Qirani tidak pernah sampai anjlok, bahkan ikut meningkat jika di musim Lebaran seperti produsen pakaian muslim lainnya. Strategi promosi yang dilakukan Devi saat permintaan turun adalah menggempur dengan bermacam-macam promosi. Trik tersebut terbukti ampuh menjaga kestabilan penjualan Qirani.
Soal desain produk, Devi masih bekerja sendiri. “Sampai saat ini, masih desain sendiri. Saya explore aja kira-kira ini kalo yang muda sama remaja tuh senangnya pakai baju seperti apa,” ujar Devi yang tidak menutup kemungkinan untuk membuat tim desain ke depannya.
Merasakan kesuksesan Qirani sampai saat ini, Devi belum puas untuk berinovasi. Apalagi ia menyadari, ada beberapa produsen yang terang-terang 'menjiplak' produknya. Hal itu dijadikannya sebagai pemacu untuk lebih kreatif, inovatif, dan peduli terhadap konsumen.
Kunci sukses Devi dalam berbisnis adalah keyakinan dan kerja keras. “Pertama itu kan niat. Di awal saya usaha, bukan hanya meraih keuntungan, tapi membantu orang sekitar. Membuka lapangan pekerjaan lebih banyak. Kemudian kerja keras, doa, niat tak akan terwujud tanpa kerja keras,” tuturnya.
Tak lupa pula, Devi menganggap, kesuksesannya adalah amanah. “Saya menganggap ini sebuah amanah, harus dijaga baik-baik. Tidak semua orang punya kesempatan yang sama, bisa meraih kesuksesan seperti ini. Harus dijaga betul, meluruskan niat, agar berbuat untuk orang banyak. Bukan sekadar bisnis,” katanya. Devi juga berpesan bahwa karier bisnisnya juga jangan sampai mengorbankan rumah tangga. Buatnya, karier dan keluarga sama penting. Ia terus mendorong para muslimah yang mempunyai potensi dan ilmu untuk berkarier dan mengejar cita-citanya tapi tetap harus memperhatikan perannya di keluarga. (Ind)

Keluarga Cheriatna, Profil Sukses Keluarga Sehat Lewat Bisnis


Senin, 23/11/2009 11:02 WIB

Kesehatan adalah nikmat yang tiada duanya. Dengan sehat, kita bisa melakukan kegiatan apapun, bekerja, berolahraga, bersosialisasi, dan lain-lain. Namun, lebih asyik kalau sehat sambil berbisnis. Bagaimana caranya? Tanyakan kepada keluarga Cheriatna.
Adalah Farida Ningsih, pemenang Agen Seribu Sunlight yang pernah tampil di televisi bersama Krishna Mukti sambil memperagakan hebatnya mencuci piring dengan sabun pencuci tersebut. Saat itu, sosok Farida sempat menjadi panutan ibu-ibu yang sukses mengelola bisnis dari rumah, bahkan Becky Tumewu pun tak melewatkan wawancara eksklusif dengannya. Kesuksesan Ibu Farida tidak diraih begitu saja dan tidak berhenti sampai di situ. Sebelumnya, Farida menjalani berbagai macam bisnis, mulai dari jual beli rumah, wedding organizer, hingga yang terakhir, bisnis makanan organik, semua dilakukan bersamaan, dan dilakukan secara online. Melalui bisnis makanan organik, dua tahun kemudian, ia bersama suami menapaki kesuksesan yang tak pernah diimpikannya.

Cheriatna Bitha, orang mengenalnya dengan nama tersebut. Nama Cheriatna mungkin tak asing bagi ratusan bahkan ribuan teman di situs jejaring Facebook yang bergabung dengan page 'Klub Sehat. Langsing, dan Cantik' atau 'Bisnis dari Rumah', atau mungkin lebih banyak orang yang telah meng-klik blog Melilea-Jakarta (melilea-jakarta.blogspot.com), ini adalah sederetan dari sekian banyak bisnis online yang dijalani Cheriatna bersama istri, Farida Ningsih.
Marketing online adalah profesi yang diakui sedang digeluti oleh Cheriatna dan istri. Mereka berdua bahu-membahu mencapai tangga kesuksesan lewat bisnis online. Tak heran, karena berhasil menggaet member hingga 500 orang dan menghasilkan omset belasan juta rupiah dalam sebulan, Cheriatna dinobatkan menjadi direktur di Melilea, perusahaan MLM yang bergerak dalam produksi makanan organik.
Sebenarnya, Cheriatna mengaku, ia tak suka dengan metode MLM, ketika ditawari bergabung pun, ia mengatakan hanya akan mengkonsumsi produk tersebut dan merasakaan manfaatnya. Namun, setelah setahun mengkonsumsi, ia rasakan perubahan pada dirinya dan istri. Cheriatna tak lagi sering terkena flu, penyakit wasir yang dideritanya pun hilang, sementara wajahnya dan istri pun terlihat lebih cerah. Ia dan istri pun mulai yakin untuk memasarkan produk makanan organik tersebut secara massif lewat online. Lagi-lagi, kesuksesan diraihnya.
Perjuangan Cheriatna untuk sukses tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bermula dari seorang teman yang mempunyai jasa arsitek, usahanya sedang mandeg, Cheriatna pun saat itu sedang dalam keadaan susah. Cheriatna menawarkan untuk membuatkan blog kepada temannya tersebut dengan PC pinjaman. Namun, hasil yang diraih sungguh di luar dugaan, omset teman arsiteknya melonjak hingga Rp5 milyar dalam setahun, Cheriatna pun mengaku mendapat fee 2% dan digunakan sebagai modal untuk membeli PC dan memulai bisnis online.
“Bersyukur kalau kita bisa menginspirasi orang lain, tapi kita memang mulainya dari kondisi minus ya. Waktu itu mulainya dari minus, kemudian mulai bisnis online yang tanpa modal. Itupun pinjam PC orang lain dulu baru online, tapi yakin bisa, eh akhirnya, Alhamdulillah,” ujar Cheriatna yang akrab dipanggil Pak Cheri.
Cheriatna kecil adalah seorang anak tukang kembang. Menjadi anak tukang kembang mendidiknya menjadi seorang yang tak kenal putus asa. Orang yang putus asa baginya adalah orang yang kurang ilmu.
“Kalau putus asa duluan, berarti dia nggak tekun, kurang ilmu. Dia mau ke Blok M, dia tahu ada Blok M. Kalau dia putus asa di jalan, nggak bakal nyampe, tapi kalau dia jalan terus, pasti nyampe. Kadang orang yang kurang ilmu, nggak yakin, karena nggak yakin, baru sampe daerah mana, dia berhenti, nggak mungkin ah sampe Blok M, dia pulang lagi. Padahal Blok M ada di depannya, tinggal 200 meter lagi,” tutur Pak Cheri yang menganalogikan kesuksesan dengan Blok M.
Karena menjadi anak tukang kembang pula, Cheriatna berkesempatan menuntut ilmu tentang berkebun di negeri Sakura, Jepang, selama 8 bulan.
“Waktu SMA, ikutin ayah, kan tukang kembang. Alhamdulillah dari tukang kembang itu saya ke Jepang. Alhamdulillah, lulus SMA, saya berangkat ke Jepang, belajar tentang pertanian. Gara-gara tukang kembang. Pemerintah kan bingung nyari anak tukang kembang, nyari utusan ke sana bingung, siapa nih. Kebetulan saya kepilih. Saya nggak duga. Ditawarin, mau ke Jepang nggak. Belajar bertani. Jarang, lho. Delapan bulan. Saya homestay, tinggal sama orang Jepang. Belajar menanam bunga,” ungkap Pak Cheri yang bertutur santai sambil sesekali diselingi tawa.
Pak Cheri berpembawaan ramah dan humoris ini telah dikaruniai enam orang anak bersama istri tercintanya. Dalam pembagian tugas rumah tangga, ia mengakui, tak sulit berkoordinasi dengan istri. Kadang Pak Cheri yang menjaga anak-anak di rumah, sementara Bu Farida bertemu klien di kantor Melilea di bilangan Simprug, Jakarta Selatan. Lain kali, bergantian Bu Farida yang menjaga anak-anak dan Pak Cheri di kantor. Namun, ketika keduanya harus di kantor, anak-anak dititipkan di rumah neneknya. Pak Cheri dan istri pun berkomitmen tidak memanjakan anak-anak dengan televisi. Selama sepuluh tahun pernikahan mereka, tak ada televisi di rumah.
“Di rumah nggak ada tivi, online tapi nggak ada tivi, jadi mereka nonton harus lewat internet. Masalah juga tapi kita hanya ngasih pandangan. Komitmen berdua, anak jangan dikasih tivi, 10 tahun nikah nggak ada tivi. Kadang kita sering ditanya anak-anak, kenapa nggak ada tivi. Kalau mau nonton kartun, nonton youtube aja,” ujar Pak Cheri berseloroh.
Meskipun tidak ada televisi, masalah pendidikan anak-anak merupakan prioritas utama Pak Cheri dan istri. “Tahap pertama saya, untuk standar hidup di Jakarta sudah terlewat. Anak-anak saya adalah amanah, bagaimana mendidik anak agar dapat bermanfaat, sekarang masih sekolah gratisan. Niatnya nggak begitu, mau yang lebih baik,” masih tutur Pak Cheri dengan gaya bahasanya yang ceplas-ceplos.
Mengenai bisnisnya, Pak Cheri menuturkan bahwa metode bisnis yang dijalaninya bukan sekadar berorientasi materi semata. “Saya mengajak orang untuk sehat,” ujarnya.
“Saya nawarin, Anda mau sehat nggak? Saya nggak nawarin bisnis. Untuk jaga kesehatan, cukup mengkonsumsi yang sehat-sehat, syaratnya, tanpa bahan kimia. Ini produk alami,” ungkap Pak Cheri.
Pak Cheri pun bercerita tentang manfaat makanan organik yang memang cocok dikonsumsi oleh manusia karena manusia berasal dari tanah dan cocok dengan hal-hal yang berasal dari tanah.
“Masalahnya, sekarang ini manusia banyak yang serakah. Ingin produksi banyak, dia pakai pupuk kimia, pestisida, dalam proses tanam, akhirnya kita konsumsi. Dalam jangka waktu panjang, tubuh kita sebenarnya menolak, nggak bisa mencerna. Dan itu merusak sel-sel tubuh kita, dalam proses pembuatan pasca panen, orang masukin pemanis, perasa, pengawet, dsb, makin banyak racun-racun yang kita konsumsi,” ujarnya.
Produk yang ditawarkannya tersebut diakui oleh salah seorang ustadz salah satu partai Islam yang juga anggota legislatif di daerah Madiun, Jawa Timur, sebagai makanan surga. Kenapa? Karena makanan organik bersih dari pencemaran dan kalau orang mengkonsumsi makanan tersebut, ia akan sehat. Inilah yang dibuktikan oleh Cheriatna dan keluarga. Cheriatna pun semakin gencar mempromosikan produk tersebut bahkan kini anak-anaknya pun mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan organik dari Melilea.
Produk Melilea dibudidayakan di sebuah tempat terpencil di California, AS. Tidak boleh ada satu kendaraan pun yang lewat di daerah pegunungan tersebut. Walhasil, petani di sana hanya merawat tanaman dengan cacing tanah, namun tetap mengemasnya dengan peralatan modern, salah satunya dibuat dalam bentuk bubuk sehingga mudah dikonsumsi.
Mengenai asal produk tersebut yang dari Amerika, Pak Cheri mengatakan bahwa banyak negara muslim yang mengadaptasi dan menggemari hal-hal buruk dari Barat, contohnya fastfood. Namun, hal-hal baik dari negara modern jarang ditiru. Hal inilah yang mendasari Pak Cheri tetap mengkonsumsi makanan organik, namun ia pun mengakui, kalau ada negeri muslim yang dapat memproduksi hal serupa, tentu ia akan beralih.
Sukses Pak Cheri tidak berhenti sampai di sini. Ia pun merancang target-target baru demi kesuksesan berikutnya. Dengan motto bekerja adalah bagian dari ibadah, Pak Cheri pun tak sungkan membagi-bagikan ilmu suksesnya kepada teman-teman yang ingin belajar darinya, dengan harapan keluarga muslim lainnya pun menyadari pentingnya kesehatan dan juga dapat meraup untung dari bisnis sehat. (Ind)

Mengembangkan Dinar Emas Sebagai Alternatif Investasi


Friday, 20/11/2009 10:26 WIB

“Investasi dalam bentuk dinar emas memberikan proteksi keamanan atas nilai emas itu sendiri,” ujar Muhaimin Iqbal, pemilik dan pengelola GeraiDinar.com, pada saat presentasi di Seminar Bulanan Masyarakat Ekonomi Syariah, di Perum Pegadaian, Jakarta Pusat, Kamis (19/11/09).
Emas masih menjadi primadona bagi sebagian masyarakat dalam berinvestasi. Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat dalam bertransaksi emas sehingga nilai transaksi emas Indonesia mencapai US$ 8,64 milyar per tahun. Namun, investasi emas kini tak hanya berupa perhiasan karena sudah ada yang berupa logam mulia dan juga dinar emas, alat tukar yang sudah dipergunakan sejak zaman Rasulullah saw.
Dalam seminar tersebut, General Manager Pegadaian Syariah, Suhardjo, menawarkan logam mulia sebagai salah satu alat investasi yang aman. Pegadaian Syariah telah bekerja sama dengan PT Antam dalam menerbitkan logam mulia yang merupakan respon atas kebutuhan masyarakat atas logam mulia. Dengan produk logam mulia dari Pegadaian Syariah, masyarakat dapat lebih mudah memiliki logam mulia karena telah tersedia di semua outlet Pegadaian di seluruh Indonesia. Pegadaian Syariah menyediakan beberapa unit logam mulia yang dijual. Mulai dari 4,25 gram, 5 gram, hingga 1.000 gram atau 1 kg. Layanan MULIA (Murabahah Logam Mulia untuk Investasi Abadi) yang diluncurkan Pegadaian Syariah dapat memberikan keamanan nasabah dalam berinvestasi sesuai syariah. Selain itu, nasabah juga diberikan jangka waktu yang fleksibel dengan cicilan yang fleksibel pula. Logam mulia Pegadaian Syariah nasabah akan disimpan di BUMN terpercaya, terasuransi, dan dapat diakses di seluruh cabang Pegadaian. Nilai beli logam mulia juga tidak jauh beda dengan harga dinar emas yang setara 4,25 gram.
Seminar ini menghadirkan dua pembicara selain Suhardjo dan Muhaimin Iqbal, yaitu Rukmana selaku Ketua Tim Counterpart Spin Off Unit Usaha Syariah Bank Jabar Banten dan Abdullah Fathoni, Ketua Koperasi Wilayah DKI Jakarta. Dalam kesempatan seminar tersebut, peserta diberikan simulasi bagaimana berinvestasi dengan logam mulia dan dinar emas yang aman dan menguntungkan.
Muhaimin Iqbal memaparkan empat manfaat berinvestasi dinar atau emas di lembaga keuangan syariah. Selain tidak terimbas inflasi ekonomi global, nilai dinar atau emas juga tahan terhadap mata uang, komoditas, dan lain-lain. Sementara dari segi pengembalian dan pelayanan, tingkat pengembalian dinar atau emas tinggi dan non ribawi, serta sistem pelayanannya menggunakan standar perbankan. Penggunaan dana investasi dinar atau emas di lembaga keuangan syariah diberdayakan untuk tujuan-tujuan baik yang membawa kemaslahatan umat. Iqbal yang juga telah bergelut selama 22 tahun di industri keuangan konvensional dan syariah dalam kesempatan itu juga mengenalkan kalkulator emas yang dapat mengetahui nilai karat dari emas, selengkapnya dapat dilihat di situs www.emas24.com.
Dinar emas hingga kini belum dapat dijadikan alat tukar di masyarakat umum, melainkan di komunitas tertentu, karena belum ada regulasi yang memperbolehkan alat tukar selain mata uang Rupiah. Namun, Abdullah Fathoni dan Masyarakat Ekonomi Syariah meyakini pertumbuhan dinar akan semakin meningkat dan mengajak seluruh masyarakat yang berminat mengembangkan ekonomi syariah untuk bergabung di Koperasi Dinar yang akan dibentuk dalam waktu dekat. Masyarakat yang ingin bergabung di Koperasi Dinar dapat menghubungi Abdullah Fathoni (0812 924 7734). (Ind)